Parkir selalu menjadi permasalah krusial
di perkotaan.Seperti halnya Sidoarjo, yang kini berubah menjadi Kota
Satelit penyangga, Surabaya. Jika dikelola dengan profesional, PAD
dari sektor ini bisa dibilang sangat besar, namun faktanya pengelolaan
lahan parkir kerap kali menjadi ranah para preman penguasa wilayah
tersebut.Dari sektor perparkiran ini Sidoarjo
berharap akan mendapatkan sumber PAD baru. Pada tahun 2011, pendapatan
dari sektor parkir non berlangganan ditarget mencapai Rp 100 juta. Dengan harapan menambah PAD, Pemkab juga
membuat kebijakan baru yang tidak pro rakyat yakni pemberlakukan parkir
berlangganan, Pasalnya, tiap orang tidak sama dalam mengunakan jasa
parkir tersebut. Bagi orang yang suka bepergian dan mengunakan jasa
parkir tersebut mungkin ini adalah keuntungan. Tapi bagi mereka yang jarang atau bahkan
sebulan hanya satu kali menggunakan jasa itu, maka kebijakan parkir
berlangganan bisa dikatakan sebuah bentuk ketidakadilan.
Bea parkir yang dikenakan tidak
sebanding dengan jasa yang digunakan. Yakni 25 ribu yang dibayarkan tiap
pengurusan surat kendaraan bermotor. Karena dalam mengikuti ketentuan
parkir berlangganan tersebut warga “dipaksa”. “Setiap ngurus STNK kan
juga harus wajib bayar parkir berlangganan
Belum lagi tetang lokasi parkir yang
tidak jelas dan tidak merata, bahkan tak jarang jukir juga masih meminta
uang jasa meski tertulis papan kawasan parkir berlangganan.
Meski Pemkab telah membentuk tim
gabungan yang dikemas dalam Operasi Tertib (Opstib), namun tetap saja
ada Jukir yang meminta uang jasa. Tim gabungan yang terdiri dari
Garnisun, Denpom, Polres Sidoarjo, Satpol PP Sidoarjo, dan Tim Pengawas
jukir dari Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo seolah tak mampu
menghadapi fenomena ini, lantas siapa yang dirugikan? tentunya warga
pengguna lahan parkir yang harus dipaksa untuk membayar oleh Jukir.
Idealnya, bila hendak berniat menerapkan
parkir berlangganan, pemerintah Kabupaten tidak perlu
tanggung-tanggung, semua wilayah perparkiran di Sidoarjo dijadikan
lokasi parkir berlangganan dan semua jukirnya juga harus dikelola.
Yang tak kalah pentingnya adalah nilai
tanggungan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan bebannya juga
bisa dibagi dengan si jukir.
Jadi bila pemberlakukan tetap dijalankan
maka rakyat akan dirugikan dengan pengenaan bea parkir berlangganan,
sebab tidak setiap orang memerlukannya. Bukankah ini adalah bentuk
perampokan dan perampasan harta rakyat karena dilakukan secara paksa
hanya untuk mengejar PAD (pendapatan asli daerah).
Sebelumnya, Ketua Komisi B Kab.Sidoarjo
M.Agil, mendukung evaluasi terhadap perda Perda No 1 Tahun 2006.
Pasalnya, keberadaannya di lapangan justru meresahkan masyarakat.
Pasalnya, disatu sisi, pemerintah tidak bisa menertibkan jukir nakal
yang tetap menarik pengguna parkir berlangganan.
Dan itu adalah bentuk kedzaliman yang
dipelihara. Apalagi disinyalir juga banyak keluhan masyarakat, mereka
tidak rela, dan itu berarti uang yang dipungut adalah haram. Apa
pemerintah dibentuk untuk meraup barang haram?.
lantas bila pemerintah mendapatkan hasil uang haram dan dikembalikan ke rakyat dalam keadaan haram, apa yang terjadi pada rakyat atas perbuatan dzalim.apa rakyat ikut memikul dosanya?.Mungkin jawabnya ada di tangan tuhan yang maha kuasa.
rakyat hanya bisa apatis dalam menghadapi situasional seperti saat ini. Keinginan pemerintah untuk mendapatkan tambaha PAD dengan bikin Perda No 8 tahun 2008 tentang parkir berlangganan, namun pada implementasinya tidak berjalan secara efektif, dan lebih menguntungkan pemerintah dan jukirnya, sementara kepentingan rakyat pada umumnya dikesampingkan. Tanpa mengedepankan Demokrasi Ekonomi yang telah digembor-gemborkan sejak indonesia merdeka sebagaimana telah dijelaskan dalam UUD 1945 Pasal 33. Intinya semua ini adalah sikap dzalim pemerintah terhadap rakyatnya yang tidal dapat dipertanggung jawabkan.
Setelah saya membaca permasalahan di atas, mengenai kasus-kasus kartel yang terjadi di Indonesia, sangatlah tidak adil bagi konsumen, jika dikaitkan dengan perspektif asas-asas dan tujuan dalam UU No. 5 Th.1999. Sebagaimana telah diatur dalam pasal 2 (mengenai asas) dan pasal 3 (tujuan) UU No 5 tahun 1999.
BalasHapusAdapun dalam penanganan dan penyelesaian kasus kasus tersebut, tidak mudah dan tidak bisa hanya ditangani salah satu pihak yang terkait, perlu adanya kerjasama antar pihak yang berwenang, seperti KPPU yang hanya mempunyai kewenangan dalam penyelidikan sampai sanksi administratif dan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan dalam unsur-unsur pidananya, maka dari
nama :nuyuu
BalasHapusnim 099988
tess
BalasHapusSampai saat ini 2018. Masih bayar klo ga di bayar tukang parkirnya ngomel2 ga jelas. 2rb memang sedikit(motor) tapi kenapa masih ada biaya 25rb di pajak tahunan.
BalasHapus